Minggu, 01 Agustus 2021

Fsgi : Guru Keluhkan Penerapan Pendidikan Karakter

Penerapan Program Pendidikan Karakter (PPK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dari segi evaluasi disebut tidak dapat berlangsung efektif karena terlampau banyak kategori yang mesti dinilai oleh guru. "Makara kurang valid dan kurang objektif," tutur Wakil Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Satriwan Salim di kantor Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Selasa (26/12). Satriwan menjelaskan, dalam penerapan PPK, guru memberikan nilai perilaku di bidang sosial dan spiritual. Di bidang sosial ada 12 klasifikasi yang mesti dinilai dan belasan kategori lain juga terdapat di evaluasi perilaku spiritual. Banyaknya klasifikasi yang mesti dinilai itu, belum tergolong evaluasi terhadap peran, pekerjaan rumah, praktik, dan ujian. "Kalau satu kelas ada 30 siswa, lalu beliau mengajar di 12 kelas, maka bayangkan berapa banyak yang harus dinilai dengan klasifikasi sebanyak itu," tutur Satriwan. Satriwan menganggap hal itu membuat guru menjadi tidak fokus dalam memberi nilai. Terlebih, lazimnya , guru tidak cuma mengajar di satu kelas saja. Guru akibatnya tak mampu menuntaskan pengisian rapor pada waktu yang telah ditetapkan. Satriwan menyampaikan hal itu sudah terjadi di salah satu SMA unggulan di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, yang tidak mampu membagikan rapor pada 16 Desember 2017. FSGI, kata Satriwan, bukan tidak oke dengan acara PPK yang diterapkan Kemendikbud. "Tapi bila diintegrasikan ke RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaraan), dan harus ada penilaian PPK, itu yang jadi sakit kepala. Akhirnya sembarang pilih," tutur Satriwan. Satriwan menganggap Kemendikbud harus mengecek penerapan PPK dari sisi evaluasi secara menyeluruh. Itu perlu dilaksanakan alasannya adalah guru di sejumlah kawasan mengalami hambatan mirip yang terjadi di Kota Mataram. "Harus ada versi e-rapor yang mempermudah guru dalam meng-input nilai, bukan malah sebaliknya mirip yang terjadi kini," tutur Satriwan. Penguatan Pendidikan Karakter dipraktekkan setelah Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2017 pada 6 September kemudian, sebagai pengganti Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 tahun 2017 ihwal Hari Sekolah yang mendapat banyak saingan. sumber:cnnindonesia.com
Sumber https://ibadjournals.blogspot.com


EmoticonEmoticon