Minggu, 08 Agustus 2021

Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang mengkaitkan bahan pembelajaran dengan konteks dunia konkret yang dihadapi siswa sehari-hari baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar dan dunia kerja, sehingga siswa mampu membuat hubungan antara wawasan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, dengan melibatkan tujuh bagian utama pembelajaran adalah : kontruktivisme (constructivism), mengajukan pertanyaan (questioning), menyelidiki (inquiry), masyaraka berguru (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian autentik (authentic assessment). Makna dari kontruktivisme ialah siswa mengkonstruksi/membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman gres berdasar pada pengetahuan permulaan melalui proses interaksi sosial dan asimilasi-kemudahan. Implikasinya ialah pembelajaran mesti dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan mendapatkan wawasan. Inti dari inquiry atau mengusut yakni proses perpindahan dari observasi menjadi pengertian. Oleh alasannya adalah itu dalam acara ini siswa berguru memakai kemampuan berpikir kritis Bertanya atau questioning dalam pembelajaran kontekstual dikerjakan baik oleh guru maupun siswa. Guru  mengajukan pertanyaan dimaksudkan untuk mendorong, membimbing dan menilai kesanggupan berpikir siswa. Sedangkan untuk siswa mengajukan pertanyaan meupakan bab penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry. Masyarakat belajar merupakan sekelompok  orang  (siswa)  yang  terikat  dalam  aktivitas  mencar ilmu,  tukar pengalaman, dan menyebarkan pengalaman. Sesuai dengan teori kontruktivisme, lewat interaksi sosial dalam masyarakat belajar ini maka siswa akan menerima potensi untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, oleh sebab itu berafiliasi dengan orang lain lebih baik ketimbang belajar sendiri. Pemodelan ialah proses performa sebuah pola supaya orang lain (siswa) memalsukan, berlatih, menerapkan pada situasi lain, danmengembangkannya. Menurut Albert Bandura, mencar ilmu dapat dilakukan dengan cara pemodelan ini. Penilaian autentik dimaksudkan untuk mengukur dan menciptakan keputusan tentang wawasan dan kemampuan siswa yang autentik (senyatanya). Agar dapat menganggap senyatanya, evaluasi  autentik dilaksanakan dengan berbagai cara contohnya evaluasi penilaian produk, penilaian kinerja (performance), potofolio, peran yang relevan dan kontekstual, evaluasi diri, penilaian sejawat dan sebagainya. Refleksi pada prinsipnya yaitu berpikir tentang apa yang telah dipikir atau dipelajari, dengan kata lain merupakan evaluasi dan instropeksi terhadap kegiatan belajar yang sudah dia lakukan. Alasan perlu diterapkannya pembelajaran kontekstual yakni : Sebagian besar waktu berguru sehari-hari di sekolah masih didominasi kegiatan penyampaian wawasan oleh guru, sementara siswa ”dipaksa” mengamati dan mendapatkannya, sehingga tidak menyenangkan dan memberdayakan siswa. Materi pembelajaran bersifat absurd-teoritis-akademis, tdak terkait dengan problem-persoalan yang dihadapi siswa sehari-hari di lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar dan dunia kerja. Penilaian cuma dikerjakan dengan tes yang menekankan wawasan, tidak menilai mutu dan kesanggupan mencar ilmu siswa yang autentik pada suasana yang autentik. Sumber berguru masih terfokus pada guru dan buku. Lingkungan sekitar belum dimanfaatkan secara maksimal. Landasan filosofi pemelajaran kontekstual yakni konstruktivisme yang menyatakan bahwa pengetahuan tidak dapat ditransfer dari guru ke siswa mirip halnya mengisi botol kosong, alasannya otak siswa tidak kosong melainkan telah berisi wawasan hasil pengalaman-pengalaman sebelumnya. Siswa tidak hanya ”menerima” pengetahuan, namun ”mengkonstruksi” sendiri pengetahuannya lewat proses intra-perorangan (asimilasi dan akomodasi) dan inter-perorangan (interaksi sosial). Pembelajaran kontekstual sebetulnya bukam merupakan pendekatan yang sama sekali baru. Dasar pembelajaran kontekstual sudah dikembangkan oleh John Dewey sejak tahun 1916. Pendekatan ini kemudian digali kembali, dikembangkan lagi, dan dipopulerkan oleh The Washington State Concorcium for Contextual Teaching and Learning dengan melibatkan 11 sekolah tinggi tinggi, 20 sekolah, dan forum-forum yang bergerak dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Penerapan Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran dibilang mengunakan pendekatan kontekstual bila bahan pembelajaran tidak cuma tekstual melainkan dikaitkan dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari siswa  di lingkungan  keluarga, penduduk , alam sekitar, dan dunia kerja, dengan melibatkan ketujuh unsur utama tersebut sehinggga pembelajaran menjadi berarti bagi siswa. Model pembelajaran apa saja sepanjang menyanggupi standar tersebut dapat dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual. Pembelajaran kontekstual mampu diterapakan dalam kelas besar  maupun kelas kecil, namun akan lebih mudah organisasinya jika dipraktekkan dalam kelas kecil. Penerapan pembelajaran kontekstual dalam kurikulum berbasis kompetensi sangat sesuai. Dalam penerapannya pembelajaran kontekstual tidak memerlukan ongkos besar dan media khusus. Pembelajaran kontekstual memanfaatkan banyak sekali sumber dan media pembelajaran yang ada di lingkungan sekitar mirip tukang las, bengkel, tukang reparasi elektronik, barang-barang bekas, koran, majalah, perabot-perabot rumah tangga, pasar, toko, TV, radio, internet, dan sebagainya. Guru dan buku bukan merupakan sumber dan media sentral, demikian pula guru tidak dipandang selaku orang yang serba tahu, sehingga guru tidak perlu khawatir menghadapi banyak sekali pertanyaan siswa yang terkait dengan lingkungan baik tradisional maupun terbaru. Seperti yang dikemukakan di muka, dalam pembelajaran kontekstual tes hanya merupakan sebagian dari teknik/ instrumen observasi yang bermaca-macam seperti wawancara, pengamatan, inventory, skala perilaku, evaluasi kinerja, portofolio, jurnal siswa, dan sebagainya yang semuanya disinergikan untuk menganggap kesanggupan siswa yang bahwasanya (autentik). Penilainya bukan hanya guru saja namun juga diri sendiri, teman siswa, pihak lain (teknisi, bengkel, tukang dsb.). Saat evaluasi diusahakan pada situasi yang autetik misal  pada saat diskusi, praktikum, wawancara di bengkel, kegiatan belajar-mengajar di kelas dan sebagainya.siswa. Dalam pembelajaran kontekstual rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) sesungguhnya lebih bersifat selaku planning pribadi dari pada sebagai laporan untuk kepala sekolah atau pengawas mirip yang dilakukan ketika ini. Jadi RPP lebih cenderung berfungsi mengingatkan guru sendiri dalam merencanakan alat-alat/media dan mengendalikan langkah-langkah (skenario) pembelajaran sehingga bentuknya lebih sederhana. Beberapa versi pembelajaran yang meruapakan aplikasi pembelajaran kontekstual antara lain model pembelajaran pribadi (direct instruction), pembelajaran koperatif (cooperatif learning), pembelajaran berbasis dilema ( duduk perkara based learning). 1. Model Pembelajaran Langsung Inti dari model pembelajaran langsung adalah guru mendemonstrasikan wawasan atau kemampuan tertentu, selanjutnya melatihkan keterampilan tersebut selangkah demi selangkah terhadap siswa. Rasional teoritik yang melandasi versi ini yaitu teori pemodelan tingkah laku yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Menurut Bandura, mencar ilmu mampu dilakukan melalui pemodelan (menyontek, memalsukan) perilaku dan pengalaman orang lain. Sebagai pola untuk dapat mengukur panjang dengan jangka  sorong, siswa dapat berguru dengan menirukan  cara mengukur panjang dengan jangka sorong yang dicontohkan oleh guru. Tujuan yang dapat diraih melalui versi pembelajaran ini khususnya adalah penguasaan wawasan prosedural (pengetahuan bagaimana melakukan sesuatu misalnya mengukur panjang dengan jangka sorong, mengerjakan soal-soal yang terkait dengan aturan kekekalan energi, dan menimbang benda dengan neraca Ohauss), dan atau wawasan deklaratif (pengetahuan wacana sesuatu misal nama-nama bagian jangka sorong, pembagian skala nonius pada micrometer sekrup, dan fungsi bagian bab neraca Ohauss), serta kemampuan belajar siswa (misal menggarisbawahi kata kunci, menyusun jembatan keledai, membuat peta konsep, dan membuat rangkuman). Sintaks Model pembelajaran Langsung tabel 1 Fase /tahap Menyampaikan tujuan & merencanakan siswa. Mendemonstrasikan wawasan atau keterampilan. Membimbing pelatihan. Mengecek pemahaman dan memperlihatkan umpan balik. Memberikan peluang untuk pembinaan lanjutan dan penerapan. Peran Guru Guru menjelaskan tujuan & kompetensi yang ingin dicapai, isu latar belakang, pelajaran, pentingnya pelajaran, dan mempersiapkan siswa untuk belajar. Guru mendemonstrasikan keterampilan dengan benar, atau menghidangkan info tahap demi tahap. Guru merencanakan & memberi bimbingan training awal. Guru mencek apakah siswa sudah sukses melakukan tugas dengan baik, menawarkan umpan balik. Guru merencanakan peluang melakukan training lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan pada situasi yang lebih kompleks dan kehidupan sehari-hari Sintaks atau langkah-langkah pembelajaran meliputi 5 fase, dengan tugas guru pada tiap fase dapat dilihat mirip pada tabel 1. Model pembelajaran ini condong berpusat pada guru, sehingga sebagian besar siswa cenderung bersikap pasif, maka perencanaan dan pelaksanaan hendaknya sungguh hati-hati. Sistem pengelolaan permbelajaran yang dilakukan oleh guru mesti menjamin keterlibatan seluruh siswa terutama dalam memperhatikan, menyimak , dan resitasi (tanya jawab). Pengaturan lingkungan mengacu pada peran dan memberi harapan yang tinggi biar siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran. 2. Model Pembelajaran Berbasis Masalah Inti dari pembelajaran berbasis problem ialah guru menghadapkan siswa pada suasana persoalan kehidupan kasatmata (autentik) dan mempunyai arti, memfasilitasi siswa untuk memecahkannya melalui pengusutan/ inkuari dan koordinasi, memfasilitasi dialog dari banyak sekali segi, merangsang siswa untuk menghasilkan karya pemecahan dan peragaan hasil. Rasional   teoritik   yang   melandasi   versi   ini   yakni teori konstruktivisme Piaget dan Vigotsky, serta teori belajar penemuan  dari Bruner. Menurut teori konstruktivisme wawasan tidak mampu ditransfer dari guru ke siswa seperti menuangkan air dalam gelas, namun siswa mengkonstruksi sendiri  pengetahuannya lewat proses  intra-perorangan asimilasi dan akomodasi (menurut Piaget) dan proses inter-individual atau sosial (menurut Vigotsky). Menurut Bruner mencar ilmu yang bekerjsama terjadi lewat penemuan, sehingga dalam proses pembelajaran hendaknya banyak menciptakan kesempatan-potensi untuk kegiatan penemuan siswa. Tujuan yang dapat dikembangkan melalui model pembelajaran ini ialah  kemampuan  berfikir  dan  pemecahan  duduk perkara,  kinerja  dalam menghadapi situasi kehidupan faktual, membentuk pebelajar yang otonom dan mandiri. Sintaks atau langkah-langkah pembelajaran mencakup 5 fase, dengan peran guru pada tiap fase dapat dilihat mirip pada tabel 2. Sintaks Model pembelajaran Berbasis Masalah tabel.2 Fase /tahap Mengorientasikan siswa pada dilema. Mengorganisir siswa untuk berguru Membimbing penyelidikan/ inkuiri individu maupun kalangan. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan dilema. Peran Guru Guru menerangkan tujuan/ kompetensi yang ingin diraih, menerangkan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat dalam acara pemecahan problem yang diseleksi Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan problem tersebut. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan info yang tepat, melakukan eksperimen untuk menerima penjelasan dan pemecahan problem. Guru menolong siswa dalam mempersiapkan dan mempersiapkan karya yang tepat seperti laporan, video, atau versi, dan membantu mereka untuk membuatkan peran dengan temannya. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan. Lingkungan mencar ilmu dan metode pengelolaan pada model pembelajaran berbasis problem ini dicirikan oleh adanya sifat terbuka, proses demokrasi, dan peranan aktif siswa. Keseluruhan proses diorientasikan untuk membantu siswa menjadi mandiri, otonom, percaya pada kemampuan  intelektual sendiri lewat keterlibatan aktif dalam lingkungan yang berorientasi pada inkuiri terbuka dan bebas mengemukakan pertimbangan .. 3. Model Pembelajaran Koperatif Inti model pembelajaran koperatif yakni siswa belajar dalam kelompok-golongan kecil, yang anggota-anggotanya memeliki tingkat kesanggupan yang berbeda (heterogen). Dalam mengerti sebuah bahan pelajaran dan menuntaskan  peran kelompok,  setiap  anggota  saling bekerjasama hingga seluruh anggota menguasai bahan pelajaran tersebut. Dalam variasinya dijumpai banyak tipe pendekatan pembelajaran koperatif misalnya STAD (Student Teams Achievement Division), Jigsaw, Investigasi Kelompok, dan Pendekatan Struktural, tetapi tidak dikemukakan dalam bahan diklat ini. Rasional teoritik yang melandasi model ini adalah teori konstruktivisme Vigotsky yang menekankan pentingnya sosiokultural dalam proses belajar mirip tersebut di muka, dan teori pedagogi John Dewey yang menyatakan bahwa kelas seharusnya merupakan miniatur penduduk dan berfungsi selaku laboratorium untuk mencar ilmu kehidupan positif. Guru seharusnya membuat di dalam lingkungan belajarnya sebuah metode sosial yang bercirikan demokrasi dan proses ilmiah. Tujuan yang dapat dicapai lewat model pembelajaran ini yakni hasil belajar akademik adalah penguasaan konsep-desain yang merepotkan, yang melalui golongan koperatif lebih mudah dimengerti sebab adanya tutor sobat sebaya, yang mempunya orientasi dan bahasa yang serupa. Disamping itu hasil berguru kemampuan sosial yang berupa keahlian koperatif (kerjasama dan kerja sama) juga dapat dikembangkan melalui model pembelajaran ini. Sintaks atau langkah-langkah pembelajaran mencakup 6 fase, dengan peran guru pada tiap fase dapat dilihat mirip pada tabel 3. Sintaks Model pembelajaran Koperatif Tabel.3 Fase /tahap Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa. Menyajikan info. Mengorganisasikan siswa ke dalam kalangan- kalangan berguru. Membimbing kelompok bekerja dan belajar. Evaluasi Memberikan penghargaan Peran Guru Guru menyampaiakan tujuan/ kompetensi yang ingin dicapai, dan memotivasi siswa untuk belajar. Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau melalui bahan bacaan. Guru menerangkan kepada siswa bagaimana cara membentuk golongan berguru dan menolong setiap golongan agar melaksanakan transisis secara efisien. Guru membimbing kalangan-kelompok mencar ilmu pada ketika mereka melaksanakan peran mereka. Guru memeriksa hasil mencar ilmu wacana materi yang sudah dipelajari atau masing- masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil mencar ilmu individu dan kalangan. Lingkungan mencar ilmu dan metode pengelolaan pada versi pembelajaran koperatif ini dicirikan oleh proses demokrasi dan peran aktif siswa dalam menentukan apa yang harus dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Dalam pengaturan lingkungan diusahakan semoga bahan pembelajaran yang lengkap tersedia dan dapat diakses setiap siswa, serta guru menjauhi kesalahan tradisional ialah secara ketat mengurus tingkah-laris siswa dalam kerja kelompok. Judul Asli : PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN IMPLEMENTASINYA Penulis : Dr. Jumadi
Sumber https://ibadjournals.blogspot.com


EmoticonEmoticon